Selasa, 21 Oktober 2014

CARA MEMBERI HUKUMAN PADA SISWA ALA KI HAJAR DEWANTARA



Salam Super buat beliau-beliau yang telah mengunjungi blog sederhana ini, kali ini saya akan memposting artikel tentang”CARA MENGHUKUM SISWA ALA KI HAJAR DEWANTARA” menyimak artikel berita Jawa Pos hari ini yang berjudul Guru Menghukum Dengan Roda Kesialan, terusik saya untuk menulis artikel dengan judul  tersebut diatas. Dalam berita koran  Jawa Pos tersebut memberitakan seorang guru di the Stevenson High School,Washington, Amerika Serikat. Dimana guru menghukum muridnya dengan cara undian,dengan memutar roda ”Whell Of Misfortune” alias Roda Kesialan untuk menentukan hukuman. Salah satu korbannya adalah Zoey zapfe dengan cara dilempari permen karet oleh temannya sekelas sebagai bentuk pilihan hukumannya,gara-gara mengunyak permen karet di dalam kelas saat pelajaran berlangsung. Sehingga kejadian ini mendapat reaksi yang kurang baik dari para orang tua di sekolah tersebut, walaupun sang guru beralasan bahwa tujuan dari hukuman itu sangat baik tidak ada niat untuk mengintimidasi,maupun menyakiti siswa.
Mari kita renungkan kembali bahwa menurut UU Sisdiknas No. 20 tahun 2003 menyebutkan “ Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara .”
Terkait dengan tujuan pendidikan sebagaimana terungkap di atas yakni untuk mengembangkan potensi kognitif, sikap dan keterampilan peserta didik maka pendidik/tenaga kependidikan  mempunyai tanggung jawab untuk membimbing, mengajar dan melatih murid atas dasar norma-norma yang berlaku baik norma agama, adat, hukum, ilmu dan kebiasaan-kebiasaan yang baik. Agar terwujudnya tujuan itu perlu ditanamkan sikap disiplin, tanggung jawab, berani mawas diri, beriman dan lain-lain. Hukuman pun sering diterima siswa manakala mereka  melanggar tata tertib yang telah disepakati. Hukuman itu dimaksudkan  sebagai upaya mendisiplinkan siswa terhadap peraturan yang berlaku. Sebab, dengan sadar pendidik memegang prinsip bahwa disiplin itu merupakan kunci sukses hari depan.
Teori hukuman  adalah salah satu alat dari sekian banyak alat yang digunakan untuk meningkatkan perilaku yang diinginkan dan mengurangi perilaku yang tidak diinginkan. Dalam memberi hukuman sebaiknya kita perlu memperhatikan frekuensi, durasi dan intensitas pemeberian hukuman.  Hukuman bukan berorientasi pada karakter dan sifat anak yang cenderung tidak tampak melainkan lebih pada perilaku tampak yang bisa diubah, dikurangi dan atau ditingkatkan.
Sekarang pertanyaan mengapa seorang guru menghukum muridnya? Menurut Mamiq Gaza dalam artikelnya yang berjudul Pedoman Pendidikan Tanpa Kekerasan Guru menghukum siswa dengan bijak, beliau menyebutkan faktor-faktor siswa dihukum nyaitu:
  1. Warisan generasi sebelumnya
  2. Tidak tertancapnya tujuan pengembangan siswa
  3. Keterbatasan guru pada ilmu psikologi perkembangan anak
  4. Minimnya kreativitas pendekatan guru
  5. System sekolah
Mamiq gaza juga menyebutkan juga dalam artikel yang sama tentang prosedur cara memberikan hukuman pada anak nyaitu:
  1. Jenis hukuman yang diberikan perlu disepakati di awal bersama anak
  2. Jenis hukuman yang diberikan harus jelas sehingga anak dapat memahami dengan baik konsekuensi kesalahan yang dilakukan.
  3. Hukuman harus dapat terukur sejauh mana efektivitas dan keberhasilannya dalam mengubah perilaku anak.
  4. Hukuman harus disampaikan dengan cara yang menyenangkan, tidak disampaikan dengan cara menakutkan apalagi memunculkan trauma berkepanjangan.
  5. Hukuman tidak berlaku jika ada stimulus diluar control. Artinay siswa melakukan kesalahan karena sesuatau yang tidak ia ketahui sebelumnya atau belum disepakati/belum dipublikasikan di awal.
  6. Hukuman dilaksanakan secara konsisten.
  7. Hukuman segera diberikan jika perilaku yang tidak diinginkan muncul. Penundaan akan berakibat pada biasnya tujuan hukuman yang diberikan.
Menurut Drs. Marijan, tokoh  pendidikan kita Ki Hajar Dewantara  berpesan mengemukakan pendapatnya bahwa dalam memberikan hukuman kepada anak didik, seorang pendidik harus memperhatikan 3 macam aturan:
1.    Hukuman harus selaras  dengan kesalahan. Misalnya, kesalahannya memecah kaca hukumnya mengganti kaca yang pecah  itu  saja. Tidak perlu ada tambahan tempeleng atau hujatan yang menyakitkan hati. Jika datangnya terlambat  5 menit maka pulangnya ditambah 5 menit. Itu namanya  selaras.  Bukan datang terlambat 5 menit kok hukumannya mengintari lapangan sekolah 5 kali misalnya. Relasi apa yang ada di sini ? Itu namanya hukumn penyiksaan.
2.    Hukuman harus adil. Adil harus  berdasarkan atas rasa obyektif, tidak memihak salah satu dan membuang perasaan subyektif. Misalnya siswa yang lain  membersihkan ruangan kelas  kok ada siswa yang hanya duduk – duduk sambil bernyanyi-nyanyi tak ikut  bekerja.  Maka hukumannya supaya ikut bekerja sesuai dengan teman-temannya dengan waktu ditambah  sama dengan keterlambatannya tanpa memandang siswa mana yang melakukannya.
3.    Hukuman harus lekas dijatuhkan. Hal ini bertujuan agar siswa segera paham hubungan dari kesalahannya.  Pendidik pun harus jelas menunjukkan pelanggaran yang diperbuat siswa. Dengan harapan siswa  segera tahu dan sadar mempersiapkan  perbaikannya. Pendidik tidak diperkenankan asal memberi  hukuman sehingga siswa bingung menanggapinya.
Itulah wasiat Ki Hajar Dewantara yang dapat kita digunakan  sebagai pedoman  dan pertimbangan oleh kita sebagai guru / kepala sekolah yang sering mengangkat dirinya berfungsi ganda. Pertama berfungsi sebagai polisi, kemudian jaksa dan sekaligus  sebagai hakim  di sekolahnya. Guru/kepala sekolah memang mempunyai hak dan superioritas yang tinggi terhadap siswanya. Hal ini boleh kita lakukan  asalkan tidak merugikan anak didik. Hal itulah yang menuntut pendidik bersifat bijak , sehingga hukuman tak boleh semena-mena terhadap anak didik.
Psikologis anak perlu  sentuhan yang halus , lentur dan manis sehingga bisa membuat sensivitas perasaannya terasah normal. Hukuman terhadap siswa harus berlandaskan keseimbangan. Apabila masih belum bisa ditolerir dikenakan hukuman skorsing tidak boleh mengikuti kegiatan sekolah. Sedangkan hukuman di strata puncak jika memang sekolah tidak mampu membina lagi, kembalikan kepada orang tuanya.
Dengan demian  hendaknya kita selalu berfikir positif tentang anak. Dengan demikian yang menjadi orientasi adalah perilaku positif anak bukan perilaku yang negative yang selalu kita cari-cari. Sebab perilaku negative cenderung muncul karena kita sendiri yang meransang kemunculannya, semua berasal dari pikiran negative kita tentang anak. Kita harus memiliki konsep utuh akan membawa kemana anak didik kita dengan menggunakan cara apa yang paling tepat.
Selain dari itu harus  meningkatkan diri dengan memperbanyak pengetahuan tentang dampak hukuman dan kekerasan bagi anak di masa depannya dengan berbagai sumber informasi. Yang tak kalah pentingnya menghargai kemampuan dan kelebihan anak. Dengan kata lain tidak hanya memfokuskan perhatian pada kelemahan dan keterbatasan anak tetapi juga memfokuskan diri pada hal-hal yang menyenangkan anak.
Demikian postingan kali ini tentang CARA MENGHUKUM SISWA ALA KI HAJAR DEWANTARA”, semoga dapat bermanfaat dan dapat diterapkan di dalam satuan pendidikan masing-masing. saya ucapkan banyak terima kasih. saya tunggu komentar yang membangun dan dapat menambah artikel diatas lebih baik lagi. Amin...............
By: Abd Hamid,S.Pd